BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Negara ini membutuhkan keadilan
untuk bisa menata kembali kehidupan bernegaranya. Dalam berbagai tayangan di
televisi dapat kita lihat bahwa betapa tidak ada jaminan kepastian akan hukum
dan keadilan dalam berbagi ruang di negara kita, contoh kasus yang begitu
menarik kita dalah masalah penahanan Nazarudin, terkait kasus wisma atlit yang
sebenarnya belum jelas dan perlu untuk dilakukan penahanan. Kasus terkuaknya
penggelapan pajak oleh Gayus tambunan. Namun sepertinya polisi lebih memilih
untuk menyelesaikan kasus pencurian oleh rakyat biasa ketimbang kasur besar
Nazarudin.
Pertanyaan ini semakin menghilang
dengan semakin kurang bergemanya kasus ini. Sama dengan kasus Century yang
semakin membungkam. Padahal sempat kasus ini menjadi top headline dari semua
pemberitaan di setiap media.
Kasus lain yang sempat menarik
perhatian khalayak, yaitu kasus dimana ada seseorang nenek yang terpaksa
mencuri cokelat dan dengan mudahnya langsung dipenjarakan. Lalu ada juga kasus dua
orang lelaki yang terpaksa menginap di penjara hanya karena mencuri semangka.
Apakah ini yang disebut adil ? pembenahan seperti apakah yang harus kita lakukan
agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan ?
Kasus-kasus kecil begitu mudahnya
diselesaikan, walaupun terkesan kurang adil, dan berlebihan. Sementara
orang-orang dengan kasus yang begitu besar, tidak terselesaikan, bahkan banyak
dari mereka yang keburu meninggal sebelum kasusnya diselesaikan. Sepertinya
kita membutuhkan pemimpin yang bukan hanya tegas, tetapi bisa mensinergiskan
semua kekuatan yang ada, baik dari kekuatan politik, militer, dan kekuatan yang
bersal dari aspirasi masyarakat sehingga fokus pada pembenahan tidak terpecah.
Yang selalu kami lihat adalah, begitu banyaknya kepentingan para elite yang
berkuasa sehingga sering kali terjadi tarik menarik kekuasaan, dan politik
saling menjatuhkan. Bentuk koalisi yang diadakan hanya sekedar sebagai ajang
untuk menarik kekuasaan, bukan sebagai penyatuan visi indonesia. DPR bukanlah
pencerminan dari apa yang diinginkan oleh masyarakat, melainkan aspirasi
partai.
1.2 Rumusan
masalah
1. Apa itu arti
keadilan dan macam-macamnya ?
2. Apa itu arti
dari kecurangan dan faktor apa yang menimbulkan kecurangan itu ?
3. Bagaimana
kasus ketidakadilan dalam masyarakat?
4. Bagaimana cara
masyarakat mengomentari soal ketidakadilan yang terjadpi di
Indonesia?
5. Apa itu
pembalasan ?
1.3 Tujuan
Agar kita sesama manusia bisa
berlaku adil dan selalu mengutamakan kejujuran, karena dengan kejujuran itu
keadilan mudah untuk di capai. Dan agar kita bisa
memperlakukan hak dan kewajiban secara seimbang.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut kamus umum bahasa indonesia
susunan W.J.S Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau
memihak manapun tidak sewenang-wenang. Sedangkan menurut istilah keadilan
adalah pengakuan dan perlakukan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Keadilan menurut aristoteles adalah kelayakan dalam
tindakan manusia, ada berbagai macam keadilan yaitu :
- Keadilan
legal atau keadilan moral
Yaitu
merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan
menjadi kesatuannya.
- Keadilan
distributive
Yaitu
keadilan ini akan terlaksana apabila hal-hal yang sama dilakukan secara sama
dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama.
- Keadilan
komutatif
Yaitu
keadilan ini merupakan asa pertahun dan ketertiban dalam masyarakat.
2.2. Kecurangan
Kekurangan atau curang identik
dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun
tidak serupa benar,. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak
sesuai dengan hati nuraninya, atau orang itu memang dari hatinya sudah berbuat
curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha.
Beberapa faktor yang menimbulkan kecurangan, antara
lain :
- Faktor
ekonomi
Setiap orang berhak hidup layak dan membahagiakan dirinya. Terkadang untuk
mewujudkan hal tersebut kita sebagai makhluk lemah, tempat salah dan dosa.
Sangat rentan sekali dengan hal-hal pintas dalam merealisasikan apa yang kita
inginkan dan fikirkan.
- Faktor
peradaban dan kebudayaan
Peradaban dan kebudayaan sangat mempengaruhi mentalitas individu yaqng
terdapat didalamnya “sistem
kebudayaan” meski terkadang hal ini tidak selalu mutlak. Keadilan dan
kecurangan merupakan sikap mental yang menumbuhkan keberanian dan sportifitas.
Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani, hamper pada
setiap individu di dalamnya sehingga sulit sekali untuk menentukan dan bahkan
menegakkan keadilan.
- Teknis
Hal ini juga menentukan arah kebijakan, bahkan keadilan itu sendiri,
terkadang untuk bersikap adil kitapun mengedapankan aspek perasaan dan
kekeluargaan, sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan, atau bahkan
mempertahankan kita sendiri harus melukai perasaan orang lain.
2.3. Contoh Kasus Ketidak adilan
gambar 1.1
”Hukum hanya berlaku bagi pencuri kakao, pencuri
pisang, & pencuri semangka, koruptor dilarang masuk penjara.”
Supremasi hukum di Indonesia masih
harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia
internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus
ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara
netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama
tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di
Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa
terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan
sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ine jelas merupakan sebuah ketidak adilan.
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang
divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidak adilan hukum
di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Kami setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah
kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan.
Masak nenek-nenek seperti itu yang buta
huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang
hukum.
Menitikkan air mata ketika kami menyaksikan
Nenek Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput
dan tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus
meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan
yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri
persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang
pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan
pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia
dengan Nenek Minah? Pantaskah
Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin
tidak lebih dari Rp.10.000,-? Dimana
prinsip kemanusiaan itu? Adilkah ini
bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor kelas
kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di
Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena
mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ? Sehingga bisa
mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Kami sangat prihatin dengan keadaan ini.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap
Nenek Minah, gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah
semangka, begitu mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan
mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan
sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang
tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan
sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan
mereka-mereka itu?
Saya tidak membenarkan tindakan
pencurian oleh Nenek Minah dan mereka-mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek
Minah. Saya juga tidak membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan
mereka-mereka itu. Tetapi dimana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian
itu?. Seharusnya para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan
hanya menjalankan hukum secara positifistik.
Inilah dinamika hukum di Indonesia,
yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan
yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan
negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang
hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke
penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara
milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Oleh karena itu perlu adanya
reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat
sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam
sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah
kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan
aspek kemanusiaan.
gambar1.2
Bandingkan dengan gambar
diatas, adalah Artalyta
Suryani
alias Ayin, seorang pengusaha
Indonesia
yang dikenal karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan jaksa
kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Artalyta dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta
dan dijatuhi vonis 5 tahun penjara
pada tanggal 29 Juli 2008
atas penyuapan terhadap Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus BLBI Urip Tri Gunawan
senilai 660.000 dolar AS. Kasus ini mendapat
banyak perhatian karena melibatkan pejabat-pejabat dari kantor Kejaksaan
Agung, dan menyebabkan mundur atau dipecatnya
pejabat-pejabat negara. Kasus ini juga melibatkan penyadapan
yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), dan hasil penyadapan tersebut diputar di stasiun-stasiun televisi
nasional Indonesia.
Melihat dua kasus di
atas orang awam pun masih bisa melihat ketidak adilan yang terjadi oleh dua wanita di atas, dimana seorang nenek
hanya dengan mencuri tiga
buah kakao harus menerima hukuman penjara 1,5 bulan dan masa percobaan tiga bulan, sedangkan kasus Artalyta yang
sudah merugikan negara hanya di vonis hukuman penjara selama 5 tahun, dan
fasilitas yang ada di tahanannya pun sangat mewah layaknya hotel bintang 5.
Jelas disini terlihat orang miskin yang tidak punya pangkat dan harta harus
berjuang untuk mendapatkan keadilan, sedangkan orang kaya dan berpangkat bisa
dengan mudahnya memanipulasi hukum.
2.4. Cara Masyarakat Mengomentari Ketidak adilan
Dalam seni
banyak masyarkat indonesia mengomentari soal ketidak adilan hukum melalui karya-karyanya
seperti puisi, lagu, film.
1.
Puisi
Penyair Mawlawi mengatakan:
Apakah keadilan? Menempatkan
sesuatu pada tempatnya
Apakah kezaliman? Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya
Apakah keadilan? Engkau menyiram air pada pepohonan
Apakah kezaliman? Engkau siramkan air pada duri
Kalau kita letakkan “raja” di tempat “benteng”, rusaklah permainan (catur)
Kalau kita letakkan “menteri” di tempat “raja”, bodohlah kita
2.
Film
Gambar 1.3
Salah satu film yang
mengkritik ketidak adilan di Indonesia adalah film berjudul Alangkah Lucunya (Negeri Ini), yang dirilis
tahun 2010 dan disutradarai oleh Deddy
Mizwar serta diibintangi
oleh Reza Rahadian dan Deddy Mizwar sendiri. Film ini berjudul Alangkah Lucunya (Negeri Ini) bertema
pendidikan, dalam alur ceritanya pemeran berniat untuk merubah anak-anak yang
berprofesi mencopet menjadi seorang yang berguna
bagi nusa dan bangsa.
Film Alangkah Lucunya Negeri Ini ini ditulis
oleh Musfar Yasin, dan diperankan oleh Reza Rahadian, Deddy Mizwar, Slamet
Rahardjo, Jaja Mihardja, Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan, Ratu Tika Bravani, Rina
Hasyim, Sakurta Ginting, Sonia, dan Teuku Edwin.
Diceritakan seorang pria bernama
Muluk yang sejak lulus S1, hampir 2 tahun dia belum
mendapatkan pekerjaan. Meskipun selalu gagal tetapi Muluk tidak pernah berputus
asa.
Pertemuan dengan pencopet bernama Komet tak disangka membuka peluang
pekerjaan bagi Muluk. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu memperkenalkan
kepada bosnya bernama Jarot. Muluk kaget karena di markas itu berkumpul
anak-anak seusia Komet yang pekerjannya adalah mencopet.
Akal Muluk berputar dan melihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia
meyakinkan Jarot bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka, dan meminta imbalan
10% dari hasil mencopet, termasuk biaya mendidik mereka.
Usaha yang dikelola Muluk berbuah, namun di hati kecilnya tergerak niat
untuk mengarahkan para pencopet agar mau merubah profesi mereka. Dibantu dua
rekannya yang juga sarjana, Muluk membagi tugas mereka untuk mengajar agama,
budi pekerti dan kewarganegaraan.
Dalam film tersebut, banyak
mengandung unsur-unsur pendidikan yang diselipkan dalam cerita yang disusun
dengan baik itu. Film ini juga menyinggung tentang ketidk adilan yang terjadi
di Indonesia.
3.
Lagu
Lagu juga merupakan salah satu
cara yang digunakan sebagian orang untuk mengkritik pemerintah, termasuk
mengkritik keridak adilan yang terjadi, tetapi pemerintah seperti acuh dan
malah melakukan ketidak adilan tersebut. Salah satu musisi yang berpihak pada
rakyat dan melihat betapa mirisnya negara kita dengan mempunyai pemimpin yang
haus kekuasaan adalah Iwan Fals. Seperti
dalam lagunya yang berjudul bongkar :
BONGKAR
Oleh : Iwan fals
Kalau cinta
sudah di buang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan
Bagi mereka yang diperkuda jabatan
Oh oh ya oh
ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Sabar sabar sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita harus ke jalan
Robohkan setan yang berdiri mengangkang
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Penindasan serta kesewenang wenangan
Banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan
Hoi hentikan hentikan jangan diteruskan
Kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan
Dijalanan kami sandarkan cita cita
Sebab dirumah tak ada lagi yang bisa dipercaya
Orang tua pandanglah kami sebagai manusia
Kami bertanya tolong kau jawab dengan cinta
Oh oh
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Oh oh ya oh ya oh ya bongkar
Kok bisa?
Bisa kok!
2.5. Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas
perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan
yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat pembalasan
yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yang penuh kecurigaan menimbvulkan
balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral
dan makhluk social. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkungannyalah yang
menyebabkanya. Perbuatan amoral pada hakikatnya perbuatan yang melanggar atau
memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki
hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha
mempertahankan hak dan kewajibanya itu. Mempertahakn hak dan kewajiban itu
adalah pembalasan.
Dari segi agama pembalasan untuk
sebuah ketidak adilan di kemukakan dalam ayat ayat suci al-Qur’an, yaitu:
1.
Q.S. An-Nahl
: 105
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ
الَّذِينَ لا َيُؤْمِنُونَ بِئَايَاتِ اللهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
Sesungguhnya
yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. (QS. An-Nahl :105)
2. Q.S. Ar-Rahman : 7
وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
Dan Allah telah
meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). QS. Ar-Rahman [55]: 7
3. Q.S. Al-Ahzab : 24
لِّيَجْزِيَ
اللهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ
Supaya Allah
memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan
menyiksa orang munafik… (QS. Al-Ahzab:24)
4. Q.S. Al-Ahzab : 7-8
وَأَخَذْنَا
مِنْهُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا . لِّيَسْئَلَ الصَّادِقِينَ عَن صِدْقِهِمْ
Dan Kami telah
mengambil dari mereka perjanjian yang teguh, agar Dia menanyakan kepada
orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka…(QS. Al-Ahzab:7-8)
5.
HR. Malik dalam al-Muwaththa` 2/990 secara mursal dalam
ucapan…dan ia termasuk hadits hasan mursal (Jami’ al-Ushul 10/598, hadits no.
8183.
يَارَسُوْلَ
اللهِ, أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ جَبَّانًا؟ قَالَ: نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ:
أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ بَخِيْلاً؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيْلَ لَهُ: أَيَكُوْنُ
الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا؟ قَالَ: لاَ.
“Ya Rasulullah,
apakah orang beriman ada yang penakut? Beliau menjawab,’Ya.’ Maka ada yang
bertanya kepada beliau, ‘Apakah orang beriman ada yang bakhil (pelit, kikir).’
Beliau menjawab, ‘Ya.’ Ada lagi yang bertanya, ‘Apakah ada orang beriman yang
pendusta?’ Beliau menjawab, ‘Tidak.’
6.
HR. Muslim dan at-Tirmidzi (Jami’ al-Ushul 10/610, no.
8204).
مَنْ
تَعَمَّدَ عَلَىَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang sengaja berbohong
kepadaku, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka.’
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keadilan meruapakan pengakuan dan
perbuatan yang seimbang antara hak dan kewajiban, tidak semihak sebelah ataupun
tidak sewenang-wenang.
Kejujuran berarti apa yang dikatakan
seseorang itu sesuai dengan hati nuraninya dan kenyataan yang benar. Kecurangan
apa yang dilakukanya tidak sesuai dengan hati nuraninya. Pembalasan suatu
reaksi atas perbuatan orang lain, baik berupa perbuatan yang serupa ataupun
tidak.
3.2. Saran
Janganlah kalian berlaku tidak adil
terhadap orang lain. Karena dengan berlaku adil bias akan mencapai ketentraman
dan kemakmuran antar sesama manusia.
Keadilan, dalam hal apapun, akan membuahkan kedamaian dan
kesejahteraan. Inilah inti kemaslahatan bagi umat. Dan ini lebih mungkin
dilaksanakan oleh para pemimpin atau pemerintah. Untuk itu, setiap pemimpin
harus memahami konsep
tasharruf imam ala al-ra’iyyah manuthun
bi al-maslahah atau kebijakan pemimpin bagi warganya harus
diorientasikan untuk kemaslahatan mereka. Selain itu, setiap pemimpin juga
harus sadar bahwa
Sayyidul qaum khadimuhum atau
pemimpin umat adalah pelayan bagi mereka. Pemimpin harus melayani umatnya untuk
mendapatkan keadilan ini yaitu keadilan untuk dapat beribadah sesuai agama dan
kepercayaannya masing-masing. Karena itu, keadilan yang berujung pada kedamaian
dan kesejahteraan harus dikejar terlebih dahulu ketimbang urusan pribadi
ataupun golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, ahmad, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, solo,1997.
Notowidagdo, rohiman, haji, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-qur’an dan
Hadist, rajawali pers, Jakarta, 2000.